Ada
seorang gadis muda yang sangat suka menari. Kepandaiannya menari sangat
menonjol dibanding dengan rekan-rekannya, sehingga dia seringkali menjadi juara
di berbagai perlombaan yang diadakan. Dia berpikir, dengan apa yang dimilikinya
saat ini, suatu saat apabila dewasa nanti dia ingin menjadi penari kelas dunia.
Dia membayangkan dirinya menari di Rusia, Cina, Amerika, Jepang, serta ditonton
oleh ribuan orang yang memberi tepukan kepadanya.
Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat,dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari
Suatu hari, dikotanya dikunjungi oleh seorang pakar tari yang berasal dari luar negeri. Pakar ini sangatlah hebat,dan dari tangan dinginnya telah banyak dilahirkan penari-penari kelas dunia. Gadis muda ini ingin sekali menari dan menunjukkan kebolehannya di depan sang pakar tersebut, bahkan jika mungkin memperoleh kesempatan menjadi muridnya. Akhirnya kesempatan itu datang juga. Si gadis muda berhasil menjumpai sang pakar di belakang panggung, seusai sebuah pagelaran tari
Si
gadis muda bertanya…
“Pak,
saya ingin sekali menjadi penari kelas dunia. Apakah anda punya waktu
sejenak, untuk menilai saya menari ? Saya ingin tahu pendapat anda tentang
tarian saya”.
“Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit”,jawab sang pakar.
“Oke, menarilah di depan saya selama 10 menit”,jawab sang pakar.
Belum
lagi 10 menit berlalu, sang pakar berdiri dari kursinya, lalu berlalu
meninggalkan si gadis muda begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Betapa
hancur si gadis muda melihat sikap sang pakar. Si gadis langsung berlari
keluar. Pulang kerumah, dia langsung menangis tersedu-sedu. Dia menjadi benci
terhadap dirinya sendiri. Ternyata tarian yang selama ini dia bangga-banggakan
tidak ada apa-apanya di hadapan sang pakar. Kemudian dia ambil sepatu tarinya,
dan dia lemparkan ke dalam gudang. Sejak saat itu, dia bersumpah tidak pernah
akan menari lagi.
Puluhan
tahun berlalu. Sang gadis muda kini telah menjadi ibu dengan tiga orang anak.
Suaminya telah meninggal, dan untuk menghidupi keluarganya, dia bekerja menjadi
pelayan dari sebuah toko di sudut jalan. Suatu hari, ada sebuah pagelaran tari
yang diadakan di kota itu. Nampak sang pakar berada di antara para menari muda
di belakang panggung. Sang pakar nampak tua, dengan rambutnya yang sudah putih.
Si ibu muda dengan tiga anaknya juga datang ke pagelaran tari tersebut. Seusai
acara, ibu ini membawa ketiga anaknya ke belakang panggung, mencari sang pakar,
dan memperkenalkan ketiga anaknya kepada sang pakar. Sang pakar masih mengenali
ibu muda ini, dan kemudian mereka bercerita secara akrab.
Si
ibu bertanya, “Pak, ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati saya. Ini
tentang penampilan saya sewaktu menari di hadapan anda bertahun-tahun yang
silam. Sebegitu jelekkah penampilan saya saat itu, sehingga anda langsung pergi
meninggalkan saya begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun?”
“Oh
ya, saya ingat peristiwanya. Terus terang, saya belum pernah melihat tarian
seindah yang kamu lakukan waktu itu. Saya rasa kamu akan menjadi penari kelas
dunia. Saya tidak mengerti mengapa kamu tiba-2 berhenti dari dunia tari”, jawab
sang pakar.
Si
ibu muda sangat terkejut mendengar jawaban sang pakar. “Ini tidak adil”, seru
si ibu muda. “Sikap anda telah mencuri semua impian saya. Kalau memang tarian
saya bagus, mengapa anda meninggalkan saya begitu saja ketika saya baru menari
beberapa menit. Anda seharusnya memuji saya, dan bukan mengacuhkan saya begitu
saja. Mestinya saya bisa menjadi penari kelas dunia. Bukan hanya menjadi
pelayan toko!”
Si
pakar menjawab lagi dengan tenang “Tidak …. Tidak, saya rasa saya telah berbuat
dengan benar. Anda tidak harus meminum anggur satu barel untuk membuktikan
anggur itu enak. Demikian juga saya, saya tidak harus menonton anda 10 menit
untuk membuktikan tarian anda bagus. Malam itu saya juga sangat lelah setelah
pertunjukkan. Maka sejenak saya tinggalkan anda, untuk mengambil kartu nama
saya, dan berharap anda mau menghubungi saya lagi keesokan hari. Tapi anda
sudah pergi ketika saya keluar, dan satu hal yang perlu anda camkan, bahwa anda
harusnya fokus pada impian anda, bukan pada ucapan atau tindakan saya. Lalu
pujian? Kamu mengharapkan pujian? Ah, waktu itu kamu sedang bertumbuh. Pujian
itu seperti pedang bermata dua. Ada kalanya memotivasimu bisa pula
melemahkanmu, dan faktanya saya melihat bahwa sebagian besar pujian yang
diberikan pada saat seseorang sedang bertumbuh hanya akan membuat dirinya puas
dan pertumbuhannya berhenti. Saya justru lebih suka mengacuhkanmu, agar hal itu
melecutmu bertumbuh lebih cepat lagi. Lagipula, pujian itu sepantasnya datang
dari keinginan saya sendiri. Tidak pantas anda meminta pujian dari orang lain.
Anda lihat, ini sebenarnya hanyalah masalah sepele. Seandainya anda pada waktu
itu tidak menghiraukan apa yang terjadi dan tetap menari, mungkin hari ini anda
sudah menjadi penari kelas dunia. Mungkin Anda sakit hati pada waktu itu. Sakit
hati akan cepat hilang jika anda berlatih kembali. Tapi sekarang, sakit hati
itu menjadi penyesalan anda hari ini yang tidak akan pernah bisa hilang
selama-lamanya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar